Membuat jurnal (pribadi) merupakan salah satu jenis tugas dari mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah (Logpenil) selain pembuatan literarur review dan menulis esai. Tugas ini biasanya diberikan setiap minggunya (per minggu dua judul jurnal) dengan tema bebas maupun ditentukan oleh dosen. Dahulu, pemberian tugas ini didak didahului dengan penjelasan mengenai apa itu jurnal (yang dimaksud dalam konteks tugsa mata kuliah ini), apa saja kontennya, maupun bagaimana format penulisannya secara mendetail. Hal ini membuat saya cukup kebingungan kala itu karena setelah browsing mengenai jurnal, informasi yang saya dapatkan hanyalah bahwa jurnal* hampir serupa dengan catatan harian. Dengan bekal pengetahuan tersebut (yang hingga saat saya menulis kalimat ini pun saya belum yakin benar apakah memang benar jurnal yang dimaksud oleh dosen saya adalah jurnal yang demikian) dan beberapa jawaban-jawaban dari beberapa teman atas pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan, akhirnya (mau tidak mau) saya tulislah jurnal demi jurnal. Terlepas dari benar tidaknya konten maupun formet penulisannya, berikut jurnal yang pernah saya buat guna memenuhi tugas pembuatan jurnal mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah semester 1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia beserta nilai yang saya peroleh. Semoga bermanfaat :)
=========================================================
--------------------------- SAY NO to PLAGIARISM! ---------------------------
=========================================================
JURNAL 7
Nama : Putrie Kusuma Wardhani
NPM/kelas : 1106002583/LogPenIl A
Perubahan Sistem Penentuan Kelulusan dan Semangat Juang Siswa
Seakan tak mau kalah dengan kurikulum yang sering berubah-ubah, syarat kelulusan siswa pun kini ikut mengalami perubahan. Kalau dahulu kelulusan hanya ditentukan oleh perolehan nilai Ujian Nasional atau yang sering disingkat dengan UN, mulai tahun 2011 ini nilai rapor sejak semester satu hingga semester lima ikut pula berkontribusi akan lulus tidaknya seorang siswa SMA. Masing-masing nilai enam mata pelajaran yang diujikan pada UN yang tercantum pada rapor mulai dari semester satu hingga semester lima akan dijumlah kemudian dihitung rata-ratanya dan dikalikan enam belas persen. Walau demikian, nilai hasil UN tetaplah menjadi faktor terbesar kelulusan seorang siswa mengingat bobotnya sebesar enam puluh persen. Seorang siswa hanya dapat lulus apabila nilai rata-rata rapor setiap mata pelajaran yang diujikan dengan UN dikali enam belas persen, ditambah nilai ujian sekolah dikali dua puluh empat persen, dan ditambah nilai hasil UN yang telah dikalikan enam puluh persen bernilai tidak kurang dari empat puluh. Lain halnya pula dengan tahun-tahun sebelumnya, kini tidak ada lagi ujian ulangan. Sebagai gantinya, seorang siswa SMA yang tidak lulus dalam Ujian Nasional dapat mengikuti Ujian Paket C.
Seperti pepatah tiada ada gading yang tak retak, menurut saya sistem ini pun mengandung beberapa kelebihan dan kekurangan. Sebelumnya, banyak masyarakat yang tidak begitu setuju dengan sistem kelulusan yang hanya didasarkan pada nilai Ujian Nasional. Dengan sistem yang dulu, seorang siswa yang benar-benar cerdas pun dapat saja tidak lulus hanya lantaran saat ujian dia dalam kondisi tidak fit sehingga tidak maksimal dalam mengerjakan. Atau seperti yang terjadi pada salah satu siswa di sebuah sekolah di kabupaten saya yang menjadi tidak lulus karena salah memindahkan jawaban ke lembar jawaban computer, terlompat satu nomor. Padahal ia sama sekali bukan anak yang bodoh mengingat dirinya pernah menjadi juara olimpiade. Setidaknya, dengan sistem yang sekarang, ketidaklulusan karena hal demikian dapat diminimalisir karena dapat sedikit terbantu dengan nilai rapor mereka yang baik. Kerja keras siswa selama hampir tiga tahun pun terasa dihargai. Seorang siswa yang kesehariannya malas dan sering mendapat nilai jelek pun tidak akan dengan mudahnya menandingi seorang siswa yang kesehariannya memang selalu mendapat nilai baik. Selain itu, seorang siswa yang telah biasa mendapat nilai baik dapat sedikit lebih lega saat menghadapi ujian karena setidaknya mereka telah memiliki tabungan kelulusan yang lebih banyak. Hal ini pun sedikit banyak akan memancing siswa untuk selalu tekun dan berjuang mendapat nilai sebaik-baiknya setiap harinya. Peluang terjadinya proses balajar yang lebih baik pun semakin besar. Dengan ditiadakannya ujian ulangan pun akan memicu siswa untuk berjuang, belajar lebih serius dan dapat mengurangi anggaran dana pemerintah.
Akan tetapi sistem demikian juga dapat memicu tindakan-tindakan curang dari pihak sekolah. Seperti di kabupaten saya misalnya. Sempat beredar isu ada beberapa sekolah kurang favorit yang membuat rapor baru dan menuliskan nilai-nilai tinggi dalam rapor baru tersebut setelah mengetahui bahwa nilai rapor berpengauh pada kelulusan.
Dahulu, saya dan teman-teman saya yang baru mengetahui sistem baru ini setelah kami sudah berada di semester lima, kami merasa menyesal dan berharap dapat kembali ke semester-semester sebelumnya untuk memeperbaiki semuanya sejak awal. Olah karena itu, siswa-siswi era sekarang sudah sepatutnya tidakmenyia-nyiakan pengetahuan tersebut dengan lebih semangat belajar kepan saja, tidak peduli masih kelas sepuluh atau sudah kelas dua belas, entah esok hari ada UAS ataukah tidak.
=========================================================
--------------------------- SAY NO to PLAGIARISM! ---------------------------
=========================================================
Nilai: 80
=========================================================
--------------------------- SAY NO to PLAGIARISM! ---------------------------
=========================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar