Membuat jurnal (pribadi) merupakan salah satu jenis tugas dari mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah (Logpenil) selain pembuatan literarur review dan menulis esai. Tugas ini biasanya diberikan setiap minggunya (per minggu dua judul jurnal) dengan tema bebas maupun ditentukan oleh dosen. Dahulu, pemberian tugas ini didak didahului dengan penjelasan mengenai apa itu jurnal (yang dimaksud dalam konteks tugsa mata kuliah ini), apa saja kontennya, maupun bagaimana format penulisannya secara mendetail. Hal ini membuat saya cukup kebingungan kala itu karena setelah browsing mengenai jurnal, informasi yang saya dapatkan hanyalah bahwa jurnal* hampir serupa dengan catatan harian. Dengan bekal pengetahuan tersebut (yang hingga saat saya menulis kalimat ini pun saya belum yakin benar apakah memang benar jurnal yang dimaksud oleh dosen saya adalah jurnal yang demikian) dan beberapa jawaban-jawaban dari beberapa teman atas pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan, akhirnya (mau tidak mau) saya tulislah jurnal demi jurnal. Terlepas dari benar tidaknya konten maupun formet penulisannya, berikut jurnal yang pernah saya buat guna memenuhi tugas pembuatan jurnal mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah semester 1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia beserta nilai yang saya peroleh. Semoga bermanfaat :)
=========================================================
--------------------------- SAY NO to PLAGIARISM! ---------------------------
=========================================================
Nama : Putrie Kusuma Wardhani
NPM, Kelas : 1106002583, LogPeNil A
Introvert, Bukan Abnormal
Saya lahir di sebuah desa di Kabupaten Purworejo dan selama tujuh belas tahun setelahnya pun saya masih tinggal di tempat kelahiran saya tersebut. Seperti di desa-desa pada umumnya, hubungan antarwarga di desa saya cukup erat. Hal tersebut tercermin pada sering dan lamanya waktu yang mereka lalui untuk berinteraksi secara langsung satu sama lain setiap harinya. Anak-anak hingga remaja biasanya mewujudkannya dengan beramai-ramai mengunjungi salah salah satu rumah teman sebaya mereka atau pergi ke suatu tempat yang memang sudah sering dijadikan tempat untuk berkumpul. Ketika sudah berkumpul, banyak yang dapat dilakukan, belajar memasak, membuat dan makan rujak bersama, bermain, atau sekedar berbincang-bincang. Saya pun demikian.
Namun hal tersebut menjadi jarang saya lakukan semenjak saya duduk di kelas tujuh karena saya mulai sibuk dengan kegiatan sekolah dan tidak memiliki banyak waktu senggang. Hubungan saya dengan teman sedesa pun merenggang. Terlebih ketika tiga tahun kemudian saya mulai mengenal mXit, sebuah aplikasi chatting yang membuat saya merasakan betapa mudah dan lebih menyenangkannya berkomunikasi melalui dunia maya. Sejak saat itu, saya lebih senang menghabiskan waktu senggang saya dengan mengurung diri di kamar dan berkutat di depan handphone untuk mengobrol dengan teman dunia maya. Saya pun benar-benar tidak pernah lagi berkunjung dan banyak berinteraksi dengan para tetangga. Mirisnya, hal tersebut ternyata memancing kemarahan bapak saya yang menilai saya tidak pernah bersosialisasi, memprihatinkan, dan aneh karena tidak berlaku wajar seperti anak desa pada umumnya. Bahkan puncaknya, dengan nada tinggi penuh kemarahan, beliau mengatakan bahwa saya perlu dibawa ke psikiater sebelum menjadi psikolog. Hal tersebut tentu begitu memukul hati saya dan membuat saya amat cemas karena akhirnya saya pun sempat menganggap diri saya abnormal.
Namun kini akhirnya saya dapat tersenyum lega setelah cukup yakin bahwa saya bukanlah tidak normal, namun tergolong orang yang introvert. Dari salah satu dosen, saya mengetahui bahwa manusia dapat dibedakan menjadi introvert dan ekstrovert. Orang introvert bukannya tidak mampu menjadi orang yang ramai dan asyik diajak ngobrol, hanya saja akan mengeluarkan banyak energi ketika harus berinteraksi dengan orang lain dan butuh menyendiri untuk memulihkan energinya sehingga ia cenderung tidak begitu suka berada di tengah banyak orang. Hal ini saya jadikan sebagai hipotesis bantuan dalam membentuk keyakinan saya tadi. Setelah saya pikir-pikir, ternyata saya memang demikian, saya merasa butuh banyak energi ketika harus berinteraksi dengan orang lain, butuh waktu sendiri untuk memulihkan energi, dan lebih suka sendiri. Maka telah saya dapatkan kondisi pembatasnya. Saya tidak merasa dapat fresh kembali dan justru merasa lelah setelah jalan-jalan, berkumpul, mengobrol ringan, ataupun bercanda ria dengan teman-teman. Saya lebih suka menghabiskan sebagian besar waktu liburan saya di kamar asrama. Saya lebih suka berinteraksi dengan ketikan-ketikan melalui dunia maya daripada berbicara langsung. Saya memiliki banyak teman, namun tidak banyak yang memang benar-benar dekat. Saya tidak pernah mencurahkan isi hati saya tentang hal-hal pribadi bahkan pada sahabat terdekat saya sekalipun. Saya juga terbisa memunculkan semangat dan motivasi tertentu dari diri dalam diri saya sendiri tanpa menunggu dorongan dari luar. Oleh karena itu, dengan bukti-bukti tersebut cukup valid kiranya jika saya akhirnya menyimpulkan bahwa saya tergolong orang introvert.
=========================================================
--------------------------- SAY NO to PLAGIARISM! ---------------------------
=========================================================
Nilai: 85
=========================================================
--------------------------- SAY NO to PLAGIARISM! ---------------------------
=========================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar