Jeng, jeng, jeng >,< ini dia tugas Logika dan Penulisan Ilmiah alias Logpenil yang paling gedhe bobotnya: 35% >,< Dengan bobot yang sedemikian besar tersebut, tugas inilah yang berkontribusi besar atas jatuhnya nilai Logpenil saya >,< aaargh nyesel deh procrast dulu ngerjainnya, keburu-buru, jadi beginilah hasilnya >,<
=========================================================
--------------------- ^o^ SAY NO to PLAGIARISM! ^o^ -------------------
------------------ >,< SAY NO to PROCRASTINATE! >,< -----------------
=========================================================
Pembantu Rumah Tangga bagi Anak di Bawah Enam Tahun: Kemudahan yang Menimbulkan Kesulitan
Nama: Putrie Kusuma Wardhani
Kelas: Logika dan Pennulisan Ilmiah A
NPM: 1106002583
Dosen Pengajar: Nurlyta Hafiyah
Dikumpulkan: 23-Desember-2011
Jumlah kata: 1731 kata
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Abstrak
Sebagian ibu dengan anak yang belum menginjak usia remaja yang juga merupakan wanita karir memutuskan untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga dengan harapan dapat menciptakan kemudahan bagi dirinya maupun anaknya. Akan tetapi saya memandang hal tersebut justru akan menimbulkan berbagai kesulitan baik bagi sang ibu terlebih bagi sang anak di kemudian hari. Secara lebih detail, saya menunjukkan berbagai efek negatif yang dapat timbul akibat adanya pembantu bagi pembentukan sifat anak. Oleh karenanya, akan lebih baik jika ibu dengan kondisi tersebut menahan keinginannya untuk mempekerjakan pembantu dan memilih bekerja sama dengan sang anak untuk memperingan beban-bebannya.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Pembantu Rumah Tangga bagi Anak di Bawah Enam Tahun: Kemudahan yang Menimbulkan Kesulitan
Pernahkah Anda melihat suatu kondisi di mana seorang anak lebih mengenal pembantunya daripada ibu kandungnya sendiri? Atau dibalik, pernahkah Anda melihat suatu kondisi di mana seorang pembantu lebih mengenal sang anak majikan daripada majikannya yang notabene merupakan ibu kandung dari sang anak itu sendiri? Pada zaman sekarang hal semacam itu sudah tidak asing lagi dan cukup mudah dijumpai di berbagai tempat. Lahirnya emansipasi wanita tampaknya melahirkan semangat yang lebih besar pada para wanita untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Bahkan semangat belajarnya rata-rata melebihi semangat para pria. Hal ini terbukti dengan didominasinya peringkat-peringkat teratas kelas oleh para wanita pada umumnya. Dengan prestasi yang demikian gemilang saat menempuh jenjang-jenjang pendidikan, setamat sekolah atau seusai wisuda, seorang wanita kebanyakan tak akan rela menganggur begitu saja. Mereka akan berbaur dengan para pria dan tak mau kalah ikut melamar ke sana ke mari berlomba-lomba mendapatkan pekerjaan setinggi mungkin. Bekerja memang bukan suatu hal yang dilarang, namun untuk seorang wanita yang mulai menjadi seorang ibu, sedikit banyak hal tersebut akan menimbulkan masalah. Harus mengurus keperluan rumah tangga, anak, serta tugas kantor sekaligus memang bukan hal yang mudah. Bagaimanapun juga, kecenderungan seorang ibu untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga ketika sang anak masih balita dengan tujuan mengurangi kerepotan bukanlah sesuatu hal yang baik karena dapat menimbulkan berbagai efek negatif bagi sang anak, terutama jika anak tersebut seorang perempuan.
Adanya pembantu akan membuat anak menjadi kurang mandiri. Pembantu di sini maksudnya pembantu rumah tangga yang digaji untuk membantu orang yang menggajinya itu menyelesaikan tugas-tugasnya. Karena dalam hal ini yang mempekerjakan pembantu di sini adalah seorang ibu yang merupakan wanita karier, maka tugas pembantu ini meliputi seluruh tugas sehari-hari seorang ibu dari mencuci piring dan pakaian, menyapu, mengepel, hingga mengasuh dan melayani anak memenuhi kebutuhannya. Sedangkan mandiri menurut Kamus Besar bahasa Indonesia dalam jaringan, mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain. Dengan adanya pembantu, semua pekerjaan sudah beres dikerjakannya. Sang anak tinggal terima jadi dan tidak pernah belajar bagaimana cara bekerja mengerjakan tugas sehari-hari tersebut. Karena tidak pernah mengalami proses belajar maka ia pun tak akan dapat melakukannya dengan baik atau bahkan sama sekali tak dapat melakukannya. Ia pun akan selalu bergantung dan tidak dapat hidup tanpa pembantunya.
Adanya pembantu akan membuat anak menjadi seorang yang pemalas. Biasanya anak akan dimanjakan karena selain mengerjakan tugas sehari-hari, seorang pembantu akan pula menyiapkan makanan bagi sang anak hingga menyuapinya. Si anak bisa saja bermain lari ke sana ke mari, sang pembantu akan mengikuti ke mana pun ia pergi, si anak cukup membuka mulutnya, mengunyahnya, menelan, dan kenyanglah ia. Hidupnya seolah begitu mudah dan timbullah bibit-bibit kemalasan pada dirinya serta membuat anak tidak memiliki semangat juang yang tinggi.
Berbagai akibat yang timbul seperti yang telah tersebut di atas tampaknya memang sepele. Namun hal-hal tersebut akan menjadi suatu hal yang besar dan fatal mengingat sifat-sifat yang mulai tampak ketika anak masih berusia di bawah enam tahun akan menjadi cikal bakal sifat mereka di tahapan usia selanjutnya, terus terbawa dan berkembang menjadi lebih ekstrim dari sebelumnya. Akibat baik dari sifat kurang mandiri, pemalas, maupun tidak memiliki semangat juang yang tinggi pun akan mulai dan semakin terasa akibatnya dari tahun ke tahun seiring bertambahnya usia sang anak. Contoh sederhana, seorang anak yang sekali lagi lantaran adanya pembantu sejak kecil tidak pernah dilatih melipat pakaiannya sendiri, menyapu, maupun mencuci piring akan mulai merasa kesulitan saat ia menjadi seorang murid baru di jenjang Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas dan harus mengikuti serangkaian kegiatan perkemahan di mana ia harus menginap beberapa hari di suatu tempat atau di sekolahnya. Untuk packing saat akan pulang saja bisa jadi ia merasa kesulitan, apalagi saat ia menjalani hari-harinya sebelum pulang ketika ia dituntut melakukan berbagai kegiatan melelahkan ditambah kewajiban-kewajiban ringan penunjang kehidupan pribadi namun baginya mungkin akan terasa begitu berat. Bahkan bisa jadi terasa lebih berat dari tugas yang melelahkan dari seniornya. Bagaimana pun juga melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan merupakan hal yang sulit dan sulit untuk melakukannya sewajar dan sebaik yang sudah terbiasa melakukannya. Belum lagi jika ada kawannya yang kurang pengertian dengan santainya mencemooh cara mencuci atau menyapunya yang kaku dan aneh dilihat. Mungkin maksud sang kawan tadi hanya bercanda semata, namun bagi sang anak bisa jadi ini menjadi sebuah pengalaman tidak menyenangkan yang dapat menjadi trauma tersendiri. Lalu di kemudian hari akan timbullah cemas, khawatir, dan takut setiap ia harus melakukan kegiatan serupa di hadapan kawannya, tidak hanya kawan yang dulu mencemoohnya melainkan kawan manapun. Padahal jelas bahwa rasa cemas dan sebagainya tersebut tidak baik bagi kondisi psikologis seseorang. Terlebih kondisi demikian (terpaksa harus melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pribadi di hadapan teman sebaya) menurut pengalaman saya entah karena kegiatan apa dan bagaimana awalnya akan sering terjadi dan hal tersebut pun akan berpeluang menimbulkan terciptanya rasa kurang percaya diri. Sedangkan rasa percaya diri sendiri tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif lain bagi sang anak.
Rasa malas yang timbul saat ia berusia beberapa tahun pun akan terus melekat dan bahkan berkembang menjadi rasa malas yang lain. Karena sejak kecil tidak pernah mengerjakan pekerjaan sehari-hari, saat ia besar nanti akan sangat sulit untuk meminta atau membiasakan sang anak mengerjakan pekerjaan tersebut meskipun di saat itu keluarganya sudah tidak mempekerjakan pembantu lagi dan sang ibu benar-benar kerepotan dengan segala urusan kantor dan rumah tangganya. Kemalasan sang anak ini pun merupakan salah satu faktor pemicu kemarahan orang tua yang cukup ampuh dan kemudian memicu memburuknya hubungan di antara ibu dan anak. Saya pernah mengalaminya. Yang lebih parah, rasa malas untuk mengambil makanan sendiri saat berusia beberapa tahun tersebut dapat berkembang seperti malas mengerjakan tugas saat sang anak sudah bersekolah.
Contoh di atas hanyalah sebuah contoh mudah namun ternyata berefek cukup signifikan. Lantas bagaimana ketika sang anak tersebut dihadapkan pada kondisi yang lebih ekstrim? Puncak dari akibat yang dirasakan lantaran ketidakmandirian biasanya sangat terasa ketika seseorang tersebut harus benar-benar berpisah dengan orang yang biasanya mengambil alih pemenuhan kewajiban sehari-harinya, entah itu pembantu ataupun ibunya, yaitu ketika sang anak sudah mulai menginjak usia dewasa, lulus SMA, dan ingin melanjutkan kuliah di universitas favorit namun jaraknya jauh dari tempat tinggal semula. Di masa inilah segala kemudahan yang dulu tampaknya dihadiahkan oleh orang tua padanya berubah menjadi malapetaka. Di saat teman-temannya banyak yang merasa stress akibat banyak dan sulitnya tugas Ospek dari senior, tugas-tugas dari dosen yang juga tidak boleh dilupakan, serta harus belajar beradaptasi dengan lingkungan dan budaya baru, sang anak tadi harus merasakan itu semua pula dan masih ditambah dengan belajar memenuhi kebutuhan sehari-harinya pribadi seperti mencuci pakaian, menjemur, menyetrika, mencuci piring, dan sebagainya yang bagi teman-temannya sama sekali tidak menjadi masalah namun menjadi masalah yang cukup sulit baginya. Memang pada zaman sekarang semua itu tidak akan menjadi sebuah masalah besar mengingat banyaknya rumah makan ataupun laundry. Namun jika orang tua kembali menghadiahkan kemudahan pada anak untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas tersebut, maka si anak akan selamanya terjerat dalam ketidakmandirian dan membutuhkan biaya tambahan yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan sepanjang hidupnya.
Jangankan dengan adanya berbagai efek negatif yang kemungkinan besar akan dirasakan sang anak di kemudian hari, tanpa semua efek itu pun seorang ibu yang kemudian seakan menyerahkan sang anak pada pembantu dengan jaminan kemakmuran bagi anak tetap tidak dapat dibenarkan. Bahkan ketika alasan mengapa sang ibu melakukan hal tersebut semata-mata karena ia harus bekerja di mana seluruh pendapatan hasil bekerjanya ia berikan untuk kesejahteraan anaknya karena mencari nafkah sama sekali bukan kewajiban seorang ibu yang notabene merupakan seorang istri. Anak SD melalui Pendidikan Kewarganegaraan pun niscaya tahu bahwa mencari nafkah adalah tugas seorang ayah. Sedangkan kewajiban seorang ibu memang lebih kepada mengasuh dan mendidik anak.
Terlebih, menurut Soekanto (1989) orangtua yang terlalu sibuk membuat anak menjadi kesepian. Dari luar, segala sesuatu memang terlihat beres. Namun bagi anak yang sejak kecil sudah diserahkan pada pembantu akan selalu merasakan kekosongan dan kehampaan yang menyerang dari segala arah. Kemudian ia membentuk pribadinya dengan kekuatannya sendiri yang sesungguhnya belum kuat. Ia pun akan tumbuh menjadi orang keras yang hobi memerintah (bazig) lantaran yang dihadapinya sehari-hari hanyalah seorang pembantu yang selalu menurut padanya.
Soekanto (1989) juga menyebutkan bahwa manusia lahir tidak dengan kepribadian yang terbenruk dengan sendirinya. Dia harus dididik dulu sebelum dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Pendidikan yang baik akan menghasilkan kepribadian yang kuat, yang dapat melindungi diri dari pengaruh-pengaruh kurang baik yang datang dari luar. Berdasarkan kutipan di atas, tanpa mendapatkan perhatian, pengawasan, dan didikan yang cukup dari kedua orang tua yang sibuk bekerja, sang anak dapat saja tumbuh menjadi anak yang pemurung atau justru menjadi anak urakan, berbahasa kasar, bahkan suka mencuri akibat pengaruh pergaulan luar. Menurut Qaimi (2004), kenakalan anak pun salah satunya ditimbulkan oleh faktor orang tua, terutama ibu yang tidak memperhatikan segenap kebutuhan anaknya. Ketika muncul adanya cross-boys dan cross-girls sesungguhnya pun karena sebelumnya terdapat cross-papas dan cross-mamas.
Lantas apa yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi kerepotannya tanpa seorang pembantu? Soekanto (1989) menyebutkan bahwa ada baiknya orang tua sering-sering bermain atau bekerja sama dengan putera-puterinya. Awalnya cukup berikan tugas-tugas kecil seperti melipat selimut dan merapikan tempat tidur sendiri atau menyemir sepatu. Akan tetapi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam hal ini orang tua berkolaborasi dengan sang anak, atau setidaknya memberinya contoh terlebih dahulu. Bukannya menyuruh kemudian meninggalkan sang anak begitu saja karena niscaya sang anak tidak akan melakukan pekerjaan tersebut. Seiring berjalannya waktu dan anak sudah terbiasa dengan tugas-tugas kecilnya, orang tua sedikit demi sedikit dapat menambah kewajiban yang harus dilakukan sang anak.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa adanya pembantu menimbulkan efek-efek yang kurang baik bagi sang anak. Oleh karenyanya, sebaiknya seorang ibu berusaha menekan keinginannya untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga justru saat sang anak masih kecil dan belum menginjak remaja. Sebagai gantinya, ia bisa bekerja sama dan berbagi tugas dengan sang anak. Selain bebannya berkurang, ia pun sekaligus dapat membentuk kepribadian anak untuk menjadi anak yang mandiri, rajin, dan bertanggung jawab.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka
Soekanto, S. (1989). Anak dan pola perikelakuannya. Jakarta: Gunung Mulia.
Qaimi, A. (2004). Keluarga dan anak bermasalah. Bogor: Cahaya.
=========================================================
--------------------- ^o^ SAY NO to PLAGIARISM! ^o^ -------------------
------------------ >,< SAY NO to PROCRASTINATE! >,< -----------------
=========================================================
Nilai esai ini: 65
Nilai esai ini: 65
>,< aaa
Of course, you can do better than myself :’)
=========================================================
--------------------- ^o^ SAY NO to PLAGIARISM! ^o^ -------------------
------------------ >,< SAY NO to PROCRASTINATE! >,< -----------------
=========================================================
welcome to University of Indonesia, a real KAMPUS PERJUANGAN
and
WELCOME to PSYCHOLOGY UI WORLD, Pejuang! XD
=========================================================
--------------------- ^o^ SAY NO to PLAGIARISM! ^o^ -------------------
------------------ >,< SAY NO to PROCRASTINATE! >,< -----------------
=========================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar